Kisah di Balik Benteng Tua Belanda, Lokasi Sekolah Mata Hati di Film Kuntilanak 3

Sekolah Mata Hati (sumber: Instagram MVPPictures)

Judul filmnnya boleh Kuntilanak 3”, tapi isinya akan jauh dari yang Anda bayangkan dari film Kuntilanak umumnya. Film besutan Rizal Mantovani selalu kaya akan nilai estetis dan sinematografi-nya. Kali ini bahkan dipenuhi dengan visual efek yang wow, yang dipastikan berbujet tinggi.

Di antara teknologi yang advanced untuk penggarapan film ini, dan sinematografi yang indah, ada satu yang menarik dari film ini, yakni set “Sekolah Mata Hati”, sekolah para anak-anak dengan kekuatan super, yang dikisahkan dalam film ini.

Set dan vibes yang dibangun di sini, menyerupai sekolah Harry Potter dkk, di Hogwarts. Dan ya, memang ketika Anda menonton film ini, Anda akan merasa, kok mirip Harry Potter, ya? “Sekolah Mata Hati” mengambil lokasi di benteng tua Belanda Van den Bosch di Ngawi, Jawa Timur, yang dibangun di tahun 1800an.

Benteng Van Den Bosch tampak atas (sumber: wikipedia)

Karena bangunan inilah, Rizal Mantovani mengaku sangat percaya diri menjalani proses syuting, selepas timnya menunjukkan foto dari survei lokasi. “Saya salut pada tim survei lokasi. Baru melihat lokasinya saya, saya langsung percaya diri kalau film ini (Kuntilanak 3) akan menjadi sangat keren,” ungkap Rizal Mantovani, saat konferesi pers pada Kamis (21/4) di XXI Epicentrum. Pemilihan lokasinya memang nggak main-main.

Lebih lanjut, Rizal membeberkan soal Bentang yang dijadikan set “Sekolah Mata Hati” ini. “Lokasinya di Benteng Van den Bosch atau Benteng Pendem, di Ngawi. Ini merupakan bangunan peninggalan pernjajahan Belanda, jadi memang sudah lama tidak didatangi orang,” ungkap Rizal lagi. Bangunan tua ini, memang tak dimungkiri memiliki hawa mistis. Bahkan orang-orang sekitar cukup ngeri untuk bermain atau berlama-lama di sana.

(sumber: Instagram MVP PIctures)

Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah 15 Ha. Lokasinya mudah dijangkau yakni dari Kantor Pemerintah Kabupaten Ngawi +/- 1 Km arah timur laut. Benteng ini dulu sengaja dibuat lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi sehingga terlihat dari luar terpendam.

Pada abad 19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro (1825-1830)

Perlawanan melawan Belanda yang berkobar didaerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda  membangun sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Johannes van den Bosch

Dipilihnya lokasi itu untuk pembangunan Benteng Van Den Bosch karena Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun kala itu merupakan jalur perdagangan strategis, dimana jalur lalu lintas sungai yang dapat dilayari oleh perahu-perahu yang cukup besar sampai ke bagian hulu. Kala itu perahu-perahu tersebut memuat berbagai macam hasil bumi berupa rempah-rempah dan palawija dari Surakarta-Ngawi menuju Gresik, demikian juga Madiun-Ngawi dengan tujuan yang sama.

Lokasi Benteng Van Den Bosch sengaja dibuat rendah dari tanah sekitarnya yang lebih tinggi agar tersembunyi dan memenuhi unsur ideal bagi suatu benteng pertahanan. Namun, dengan hebatnya arsitek Belanda saat itu dalam mendesain saluran drainase, walaupun berposisi lebih rendah dari tanah sekitarnya, lokasi Benteng mampu terhindar dari banjir. Oleh karena itu, Benteng Van Den Bosch ini juga dikenal dengan sebutan benteng pendem oleh masyarakat sekitar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here