Invasi Musik Kpop: Dari Tren Lokal Hingga Menjadi Fenomena Global

BTS
Sumber foto: Twitter

Musik Kpop meroket tajam dalam kancah industri musik global pada tahun 2012 lewat gebrakan penyanyi Psy, yang membuat beberapa rekor yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam tangga lagu. Sang penyanyi mendapatkan ketenaran secara internasional lewat lagu yang menjadi hit dunia “Gangnam Style”.

Setelah itu, kata “Kpop” masuk dalam daftar kosakata Oxford English Dictionary sebagai “musik pop Korea”.

Satu dekade telah berlalu, dan Kpop tidak lagi dianggap hanya sebagai genre musik regional yang menarik perhatian khalayak global hanya untuk sementara. Musik ini telah dengan kuat menetapkan akarnya sebagai genre subkultur utama, dan menjadi terkenal di kancah internasional sebagai standar baru untuk industri. Tidak hanya dari segi nilai seninya, tetapi juga untuk sistem sekitarnya di mana para musisi dilatih.

Kpop telah menyebar ke seluruh dunia sejak awal 2000-an, dimulai dengan dominasi pasar musik Jepang, yang tadinya dan masih merupakan pasar musik terbesar kedua di dunia. Kemudian music ini menyebar ke negara-negara Asia Timur hingga pertengahan 2010-an.

Salah satu faktor kunci yang menjadi penentu musik Kpop dan menunjukkan potensi genre ini untuk terus tumbuh adalah kepekaannya terhadap lingkungan yang berubah dan penerimaan terhadap sumber-sumber baru.

“Musik idola Kpop berakar pada lagu ‘gayo’ yang hadir di awal (istilah Korea untuk musik populer yang didengarkan dan dinyanyikan orang). Perbedaan utamanya adalah melodi unik yang dibentuk melalui perpaduan berbagai tren musik global, seperti pop Barat dan J-pop, menjadi suara yang orisinal namun kontemporer,” jelas kritikus musik pop Jung Min Jae melalui The Korea Herald.

Grup Seo Taiji and Boys, yang dianggap telah meletakkan dasar bagi industri musik Kpop saat ini, memulai debutnya pada tahun 1992 dengan suara yang benar-benar baru, dimana kelompok musik itu memadukan genre hip-hop, R&B dan dance pop.

Trio Hip-Hop Seo Taiji and Boys / Kredit: SeoTaiji Company

Selain itu, industri Kpop juga terus berevolusi secara luar biasa dengan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mengembangkan model bisnis yang sangat menguntungkan.

Pada tahun 2009, upaya pertama JYP Entertainment untuk melakukan terobosan di pasar musik mainstream Amerika Serikat (AS) gagal. Namun di bawah permukaan, Kpop telah memperluas jangkauannya di luar negara-negara Asia ke Eropa dan bahkan sebagian AS melalui internet. Keramahan media seperti itu pada akhirnya menjadi sifat bawaan Kpop yang telah membuat genre ini mendunia, menurut kritikus musik pop Kim Do Heon.

Lambat laun, Kpop mendapat pengakuan dari dunia sebagai genrenya sendiri. Konser Kpop pertama di Eropa yang digelar SM Entertainment pada tahun 2011 lewat “SM Town World Tour in Paris”, menarik sekitar 14 ribu penggemar selama dua hari pertunjukan yang tiketnya terjual habis.

Dilanjutkan pada tahun 2012, ketika Psy membuat dunia tergila-gila dengan meluncurkan “Gangnam Style”, membuat rekor tak terduga di tangga lagu dan peringkat musik global.

Psy merayakan 10 tahun keberhasilan Gangnam Style dengan mengunggah foto video musik lagu tersebut yang telah mencapai view lebih dari 4,4 miliar di kanal YouTube miliknya / Kredit: Instagram @42psy42

Lebih dari satu dekade terakhir, Kpop telah berevolusi dan berkembang dalam aspek yang berbeda. Kpop mengatasi tembok yang tampaknya tidak dapat dipecahkan dari industri musik arus utama di AS, dengan kemunculan boy band sensasional BTS.  Grup idola berjumlah tujuh orang anggota itu membuat sejarah dan membuka jalan bagi sesama musisi Kpop di AS.

Tidak diragukan lagi bahwa Kpop adalah salah satu genre musik alternatif terbesar di pasar arus utama, dan para ahli menunjukkan bahwa langkah selanjutnya bagi Kpop dalam globalisasinya adalah regenerasi. Ironisnya, kunci untuk keberlanjutan ini adalah K-pop harus kehilangan “ke-Koreaannya, sebagaimana diungkap oleh Kim Do Heon.

Dalam beberapa tahun terakhir, label Kpop semakin sering melakukan audisi global, di mana mereka mencari peserta pelatihan terlepas dari latar belakang ras dan etnis mereka.

Banyak label Kpop besar, termasuk SM Entertainment, Hybe dan CJ Entertainment, yang telah mengumumkan rencana untuk melatih dan mendebutkan grup di AS tahun ini. Sementara pembentukan grup idola dengan latar belakang multinasional di masa lalu terus berbasis di Korea dan menggunakan bahasa Korea sebagai bahasa utama mereka, grup-grup ini akan dilatih di AS untuk debut sebagai grup global, menurut pernyataan terkait yang dibuat oleh perusahaan.

Sementara sistem Kpop adalah model bisnis yang mapan, masih ada ruang untuk perbaikan, dengan isu keterbukaan terhadap budaya yang berbeda sebagai permulaan.

Alih-alih mencari jalan ke puncak, seperti yang telah dilakukan musik Kpop dalam perlombaannya menaklukkan globalisasi hingga saat ini, kekuatan Kpop mungkin terletak pada kemampuannya yang unik untuk menyebar ke luar dan menjalin dirinya sendiri dalam lingkungan transnasional, seperti yang dikatakan Lee Hye Jjin, seorang profesor sastra dan budaya pop Asia Timur di Universitas Semyung.

Hal tersebut juga merupakan arah yang harus ditempuh Kpop untuk membuat sistem di mana seniman dapat makmur sebagai musisi, dan bukan hanya sebagai komponen industri.

Sebelumnya pada bulan Juni, BTS mengumumkan akan hiatus sementara dari kegiatan grup untuk fokus pada kehidupan individu dan karir solo mereka. Dengan melakukan hal itu, para anggota berbicara tentang kelelahan mental dan fisik mereka dari sistem Kpop, yang “tidak memberi ruang untuk pertumbuhan sebagai manusia, dan terus-menerus memaksa mereka untuk membuat musik,” seperti yang dikatakan oleh leader BTS, RM.

Sementara komersialitas adalah inti dari semua genre musik populer, Jung Min Jae mengatakan tidak dapat disangkal bahwa Kpop menjadi semakin kompetitif, terutama karena grup perlu memberikan kualitas dan kuantitas penampilan maksimal dalam jangka waktu tujuh tahun yang ditetapkan secara hukum.

“Saat ini, grup idola merilis sekitar dua hingga tiga single atau EP setahun, dan ini tidak mudah, mengingat banyak musisi pop Barat atau grup Kpop mapan, seperti Blackpink, merilis satu album setiap satu atau dua tahun,” kata Jung Min Jae, lalu menambahkan lingkungan seperti itu tidak memberikan waktu bagi para seniman untuk menjadi dewasa sebagai musisi.

Pergeseran tren di tingkat industri seperti itu adalah sesuatu yang harus dikerjakan bersama oleh semua entitas terkait. Namun dalam jangka panjang, kritikus Kim Do Heon menyarankan label dan sistem pelatihan mereka yang harus diubah terlebih dahulu agar ada kemajuan mendasar. Untuk memberi lebih banyak ruang bagi kreativitas seniman, Kim Do Heon mengatakan sistem pelatihan tidak hanya fokus pada mengasah bakat mereka di atas panggung, tetapi pada kedewasaan mereka sebagai individu.

Kim Do Heon menambahkan bahwa anggota BTS, yang terus mendorong batas-batas mereka bukan hanya sebagai musisi tetapi sebagai individu berpengaruh dengan suara yang kuat, telah menetapkan preseden yang adil untuk grup yang akan datang.

“Meskipun masih ada batasan, saya percaya anggota BTS telah menunjukkan contoh yang adil untuk idola generasi muda. Mereka tidak berhenti dengan menulis dan mengarang lirik, tetapi telah tumbuh menjadi artis yang bisa menyebarkan pesan. Kpop sekarang harus membawa pesan seperti itu. Harus ada filosofi, dan daripada menyuntikkan ide-ide tertentu kepada trainee, perusahaan harus mengembangkan sistem di mana trainee dapat mengembangkan perspektif mereka sendiri sebagai individu.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here