Sinopsis Film Horor Netlix Texas Chainsaw Massacre: Mengambil Sudut Pandang Prasangka dan Kekerasan yang Terjadi di Amerika

leatherface
(Dari kiri) Elsie Fisher sebagai Lila, Sarah Yarkin sebagai Melody, Nell Hudson sebagai Ruth dan Jacob Latimore sebagai Dante dalam "Texas Chainsaw Massacre" / Kredit: Netflix

Sutradara Tobe Hooper dengan gembira mengklaim bahwa kejutannya yang mendalam dan sangat meresahkan di tahun 1974 lewat film “The Texas Chain Saw Massacre” didasarkan pada peristiwa nyata. Meskipun sedikit terinspirasi oleh Ed Gein, seorang pembunuh dan kanibal di negara bagian Wisconsin, Amerika Serikat, film ini sebagian besar adalah cerita fiktif, dan ironisnya hanya mencakup satu kematian oleh alat listrik yang digunakan untuk memotong pohon.

Terlepas dari itu semua, ketenaran film, kesuksesan komersial dan pengaruh selanjutnya pada genre horor telah mengilhami tidak kurang dari delapan sekuel resmi, prekuel dan remake dalam beberapa dekade sejak itu.

Sementara film “Texas Chainsaw Massacre”, judul yang bisa dibilang cukup membingungkan garapan David Blue Garcia, diproduksi oleh Legendary dan dirilis secara eksklusif di Netflix, berfungsi sebagai sekuel langsung dari film karya Hooper yang tayang di tahun 1974, memperkenalkan kembali ‘sang gadis terakhir’ Sally Hardesty, dengan Olwen Fouere mengambil peran yang awalnya dimainkan oleh mendiang, Marilyn Burns.

Garcia dan penulis skenario Chris Thomas Devlin menggunakan kesempatan ini untuk mengangkat jari tengah yang subversif dan berlumuran darah ke sekuel film horor ikonis itu baru-baru ini, layaknya film Halloween (2018) yang telah berusaha menemukan penutupan katarsis bagi para korban trauma yang mengubah hidup mereka.

Elsie Fisher, bintang yang dikenal berkat film karya Bo Burnham “Eight Grade”, berperan sebagai Lila, yang selamat dari penembakan di sebuah SMU, yang terpaksa menyingkir ke kota hantu Harlow, Texas yang bobrok dengan kakak perempuannya, Melody (Sarah Yarkin). Bersama dengan mitra bisnisnya Dante (Jacob Latimore), Melody telah mempelopori pengambilalihan wirausaha kota, tetapi mereka dihina dan ditentang oleh beberapa penduduk yang tersisa.

Secara khusus, penghuni tua panti asuhan terlantar (Alice Krige) mengklaim bahwa dia masih pemiliknya, hanya untuk menderita serangan jantung mematikan yang mengirim putra kekarnya yang misterius (Mark Burnham), tidak lain tidak bukan adalah Leatherface sendiri, ke dalam peristiwa pembunuhan yang kejam.

Sambil menghindari bau busuk dari karya asli Hooper yang terlihat penuh dengan panggangan matahari untuk estetika yang lebih apik dan halus, pengambilan Garcia yang cepat dan berdarah pada film tersebut patut dipuji karena komitmennya untuk memberikan aliran gaya tiang gantungan yang tak henti-hentinya.

Dia menyajikan satu bus penuh kaum milenial yang menjengkelkan dan tampil cukup sekali, yang kemudian tanpa pandang bulu dikirim dalam urutan pembantaian tak terkendali yang menonjol dalam film.

Di sisi lain, terdapat upaya untuk menciptakan komentar sosial yang bermakna yang digambarkan film ini, baik itu berupa gentrifikasi atau perubahan sosial budaya yang tercipta dimana penduduk kaya membeli properti perumahan di pemukiman komunitas termiskin Amerika, bendera Konfederasi Amerika yang sesungguhnya membuat rasa tidak nyaman di mana-mana, atau ancaman kekerasan yang secara gamblang terjadi di sekolah, berbanding pucat dengan alegori perang Vietnam yang gigih dari Hooper.

Namun, untuk sebuah waralaba yang telah menghasilkan sebuah penciptaan mitos yang sedikit bermakna atau bahkan kronologi yang koheren, “Texas Chainsaw Massacre” setidaknya mencoba untuk menghubungkan beberapa titik naratif sambil mengakui siklus tak berujung dari prasangka yang terlalu dapat dikenali di masa Amerika modern.

Tertarik untuk menjerit dengan menyaksikan adegan berdarah-darah perbuatan Leatherfaace yang ikonik? Kamu bisa simak trailer-nya di bawah ini!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here