Separuh Hati

cinta segi tiga

Naya POV

Aku mematut diri di depan cermin. Sempurna! Tubuh rampingku dibalut mini dress berwarna biru langit yang manis ditambah sepatu sneaker berwarna putih menambah daya tarikku. Kebanyakan orang mengatakan aku sebagai gadis manis nan eksotis, bukan cantik. Mungkin karena warna kulitku yang kecoklatan khas wanita Indonesia. Walaupun ayah bunda kerap mengatakan bahwa diriku adalah gadis paling cantik di dunia, tapi bukankah semua orang tua akan berkata seperti itu terhadap anak mereka. Aku menarik tas tangan yang berwarna senada dengan sneakerku. Bersiap berangkat bertemu Dio, kekasih hati yang telah menemaniku selama lima tahun terakhir. Seketika aku teringat pertemuan pertamaku dengan Dio. Lima tahun yang lalu kami bertemu saat SMU di sebuah tempat les Bahasa Inggris. Berawal dari Dio yang meminjam pulpen, dan berakhir dengan saling tukar nomor telepon, berlanjut dengan saling kontak dan puncaknya Dio menyatakan perasaannya padaku, yang kata Dio si gadis lucu dan manis yang sangat menyenangkan. Aku melangkahkan kaki dengan mantap menuju taman bermain yang menjadi tempat kencan pertama kami. Hari ini tepat perayaan hari jadi kami yang kelima tahun. Sesungging senyuman terbit di bibirku yang sudah terpoles lipstick merah, membayangkan episode besar apa yang nantinya akan menjadi babak baru dalam kehidupan kami.

Dio POV

Aku terdiam, berpikir sejenak penuh kebingungan. Hari ini tepat lima tahun hubunganku dengan Naya berlangsung. Sebaris kata yang sudah kulatih selama berminggu-minggu tak henti kurapal dalam hati. Seketika aku teringat gadisku yang manis. Naya yang selalu ceria, yang dengan senang hati mendengarkan cerita dan keluh kesahku, yang tak hentinya memberi semangat dan selalu ada untukku kapan pun aku membutuhkan. Aku tersenyum, teringat kencan pertama kami. Sebuah taman bermain impian menjadi saksi kebahagiaan yang kami berdua rasakan, sampai sekelumit kalimat mengejutkan keluar dari bibir mungil Naya. “Dio, kamu lihat perahu bebek di kolam itu? Kalau salah satu ingin berpisah, ingat password-nya ya! Ayo kita naik perahu bebek!” ucap Naya lantang. Aku bergumam dalam hati, “Apa-apaan sih Naya, lagi happy begini malah ngomongin putus!” Tak pernah terbersit dalam pikiranku bahwa aku akan berpisah dengan gadisku. Bagiku Naya adalah segalanya. Sampai pertemuan tak sengaja dua tahun yang lalu dengan Rania. Kenapa Tuhan memberikan rasa yang berbeda saat bertemu dengan Rania. Ketika tanpa sengaja kami berdua bertabrakan di sebuah kafe. Aku hanya berucap dalam hati betapa cantiknya gadis ini. Fisiknya sangat berbeda dengan Naya. Rambut Rania hitam panjang bergelombang alami, ditunjang dengan kulit putih bak porselen dan sepasang mata bulat yang dibingkai dengan bulu mata lentik dan alis hitam bak semut beriringan terlukis ciptaan Tuhan. Inikah yang kata orang disebut cantik natural? Perasaanku makin terombang-ambing saat Naya memperkenalkannya seminggu kemudian. “Dio perkenalkan ini Rania, sahabat aku! Dia akhirnya memutuskan kuliah di Jakarta setelah tinggal di Balikpapan selama bertahun – tahun.” cerita Naya dengan ceria. Hari – hari kami pun selalu diisi bertiga, dimana ada Naya dan Dio, disana ada Rania. Tapi ternyata angka ganjil itu memang dilarang kawan! Karena perasaan di hatiku terus tumbuh untuk Rania.

Rania POV

Tanpa sengaja aku menabrak seseorang saat berada di sebuah kafe. “Maaf!” ujarku pelan. “Gak pa-pa!” jawab suara berat seorang pria. Suara merdu yang sangat enak di dengar. Aku mendongakkan kepala perlahan dan terpukau oleh seraut wajah tampan yang seakan – akan pernah hadir dalam mimpiku. Tipe idealku hadir di depan mataku. Pria itu melirikku sekilas lalu melangkah pergi. Aku menghela nafas kecewa, menyayangkan diriku kenapa tidak memberanikan diri mengajaknya berkenalan. Sampai seminggu kemudian ketika aku bermain ke rumah Naya, sahabatku sejak kecil, sesosok pria yang begitu kudambakan berdiri di depan pintu. Bibirku tercekat, tak mampu berkata apa – apa saat Naya memperkenalkan nama pria itu. “Dio”, nama yang indah seperti orangnya. Aku tak henti menggumamkan nama itu dalam hati. Untuk pertama kalinya seumur hidup, aku jatuh cinta. Tapi kenapa harus kekasih sahabatku. Kami pun akhirnya selalu bertiga, Naya menitipkan diriku pada Dio saat dia tidak bisa menemaniku. Perasaan di hatiku semakin dalam, terlebih ketika Dio menunjukkan gelagat yang sama seperti diriku. Apakah aku harus mengkhianati sahabatku? Ah, aku bingung. Kenapa Tuhan tega memposisikan diriku seperti ini. Aku tidak tahan, ingin rasanya pergi menjauh. Sampai malam itu, Dio mengutarakan perasaannya. Aku bahagia, ternyata cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Tapi bagaimana nasib persahabatanku dengan Naya? Aku hanya bisa menangis, tergugu di ujung kamar.

Author POV

Naya melambaikan tangannya pada Dio. Pacarnya memang benar – benar tampan. Naya menikmati keindahan kekasihnya dari kejauhan, memotret Dio dalam seluruh memorinya. Dio mendekat, memberikan senyuman terindah untuk Naya. Keduanya larut dalam kebahagiaan. Mulai dari naik roller coaster yang menegangkan, romantis berdua di wahana kincir ria, hingga naik komidi putar yang menyenangkan. Naya sangat bahagia. Keduanya kemudian duduk di sebuah bangku. Naya mengeluarkan dua batang wafer dari dalam tasnya. “Mau?” tawarnya pada Dio. Dio menggelengkan kepalanya. “Aku beli minum dulu.” ujar Dio. Naya menatap punggung Dio yang menjauh. Seketika air mata lolos dari mata beningnya. Segera dihapusnya agar Dio tak melihat kegundahan hatinya. Dio kembali, dengan 2 minuman dingin di tangannya dan menyodorkan salah satunya untuk Naya yang telah menghabiskan satu batang wafer yang di bawanya. Naya menegak minumannya perlahan. Kedua bola matanya menatap Dio. Dio terlihat gelisah. “Naya, aku mau bicara.” ujar Dio gemetar. Naya menyetop Dio dengan menempelkan jari telunjuknya ke bibir Dio. Naya tersenyum, menarik tangan Dio yang menatapnya bingung. “Naya berujar, “Dio ayo kita naik perahu bebek itu!” tunjuk Naya ke arah kolam yang terbentang di hadapan mereka. Dio tersentak, seketika ingatan melayang ke kencan pertama mereka. Naya tertunduk di depan Dio. Tak sanggup menahan air matanya yang menetes deras. Dio terdiam sejenak, lalu hanya bisa berkata, “Maaf, separuh hatiku sudah pergi.”

*POV = Point of View

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here