Penyakit Langka Itu Membuat Fisik Anakku Terlihat Tua

Dua belas tahun lalu, bayi kecil itu lahir nyaris tanpa tangis. Beratnya hanya 1,6 kg. Panjangnya tidak bisa diukur karena kakinya menyilang. Kedua tangan mengepal, dengan jari-jari menumpuk tak beraturan.

Tubuhnya kurus, tinggal tulang berbalut kulit, hingga membuat kepala bayi ini terlihat lebih besar dari bayi umumnya. Kulitnya yang hitam terlihat keriput, seperti orang tua. “Ya Tuhan… Apa salah saya, mengapa harus Saskiaku yang menderita penyakit langka ini,” kesedihan luar biasa dirasakan Tri Veterani (44).

Tangisnya menderu, ketika dokter memprediksi bayi pertamanya hanya bisa bertahan tidak lebih dari satu tahun. Ia tidak menyerah. Dengan setitik harapan, ia merawat bayi yang rapuh itu, hingga kini berusia 12 tahun. “Dia adalah keajaiban,” ujar Veterani, yang sudah 6 tahun terakhir mencari nafkah sendiri.

Saskia kini, (instagram Saksia Diandra Putra)

Terlihat tua sejak lahir

Selama mengandung Saskia Diandra Syahputra di Pekan Baru, sang ibu tak merasa ada kejanggalan. Bolak-balik check up, tak ada indikasi kalau calon bayinya akan “berbeda”. Demikian pula hasil USG, semua tampak normal. “Tapi begitu kehamilan sudah di atas 7 bulan, dokternya baru curiga. Sepertinya janinnya enggak berkembang. Dokter berusaha memberi vitamin, supaya bayinya bisa berkembang. Ternyata ditunggu sampai 9 bulan 10 hari tetap enggak berkembang. Masih ditunggu lagi hingga 9 bulan 20 hari, akhirnya dokter memutuskan untuk cesar. Sebelum lahiran, dokter bilang, bu sepertinya ada kelainan, jadi nanti jangan kaget ya,” kenang Veterani.

Senin, 16 Maret 1998, pukul 10 pagi. Dia lahir. “Alhamdulilah, anaknya lahir sehat, bu.” Sayangnya Veterani tak bisa langsung melihat si bayi, karena begitu lahir langsung dimasukkan ke ruang inkubator. “Jangankan melihat wajahnya, mendengar tangisnya saja tidak. Empat hari kemudian baru dokter dan suster membawa Saskia ke pangkuan saya.”

Shock! Veterani merasa tubuhnya gemetar. “Badanya kecil, seperti bayi Afrika yang kelaparan. Kulitnya hitam dan keriput seperti orang tua. Kepalanya kelihatan besar, dan kalau dipegang seperti balon berisi air. Wajahnya jauh terlihat lebih tua dari bayi-bayi umumnya.Tangan-tangannya itu mengepal, kakinya menyilang. Yang paling membuat saya sedih, dadanya masuk ke dalam, jadi seperti mangkuk. Sambil menggendong dia, saya menangis,”cerita Veterani.

Bukan Trisomy 18, melainkan Neonatal Progeroid Syndrome

Dari Pekan Baru, usia 18 hari Saskia diboyong ke rumah sakit Harapan Kita. “Saskia diperiksa dari ujung rambut sampai ujung kaki, termasuk kromosomnya. Dokternya langsung bilang, berdasarkan ciri-ciri fisik, ini Trisomy 18 atau Edward Syndrome.” Menurut penuturan dokter, ini penyakit langka. Bila jumlah kromosom kita umumnya 46, jumlah kromosom Saskia 47.

Ilmu kedokteran saat itu belum menemukan penyebabnya. “Saya hanya menganggukan kepala, saya pasrah. Selanjutnya, saya diberitahu lagi bahwa bayi yang mengidap penyakit ini hidupnya hanya bertahan maksimal 1 tahun.” Benar-benar pilu.

Tapi Saskia satu-satunya yang dimiliki, ia tidak boleh menyerah. Sekalipun hanya 1 tahun waktu yang dimiliki bersama Saskia, biarlah satu tahun itu menjadi satu tahun terbaik yang ia berikan, begitu pikir Veterani.

“Saya seolah mempunyai energi baru. Saya membelai tangan yang mengepal dan mengkerut itu. Saya buka jarinya satu-satu dengan baby oil. Bagian dalam kepalan itu sampai bau, lembab. Pelan-pelan saya bersihkan dengan cutton but, sambil baca syahadat,” paparnya.


Kasih sayang dan keyakinan itu memang berbuah. Perlahan-lahan jari-jari tangannya membuka. Tanpa disadari, menginjak usia 7 bulan, mata Saskia yang tadinya tak bereaksi, tiba-tiba bereaksi terhadap mainan di boksnya. Dari kecil dia susah makan, selalu muntah-muntah, namun bayi ini bisa melewati usia 1 tahun. “Dia terus bertahan, seolah dia sendiri berjuang. Dia lincah, walau sampai 6 bulan dia masih telentang.”

Usia setahun, Saskia dan keluarga pindah ke Jakarta dan kembali berobat ke Harapan Kita. Seminggu tiga kali Saskia kecil mengikuti fisioterapi, okupasi terapi, dan speech terapi.

Veterani melihat ada perubahan pada anaknya, hingga ia optimis tak peduli harus menghabiskan biaya selangit untuk perawatan medis.“Ternyata benar, setelah tes laboratorium, jumlah kromosomnya sudah sama seperti manusia normal. Kata dokter dia bukan mengidap Trisomy 18, melainkan mengidap Neonatal Progeroid Syndrome. Ini juga penyakit langka, bagaimana penyembuhannya belum terdeteksi.”


Lewat terapi, Saskia belajar merangkak, duduk, berbicara. “Terapi itu menyakitkan untuk dia. Terapinya 45 menit, merayunya 30 menit. Semakin besar, dia semakin berontak. Tiap kali terapi dia menangis, muntah-muntah. Tapi karena terapi itu dia bisa bicara, bergerak, walau tertatih-tatih. Kagetnya bukan main, waktu dia umur 4,5 tahun pembantu saya berteriak kegirangan, melihat Saskia tiba-tiba bisa jalan,” urai Veterani.

Sayangnya efek dari berjalan, menyebabkan tulang punggungnya bengkok (Skoliosis). Ini dikarenakan struktur kaki dan panggul Saskia yang tidak normal, terjadi gesekkan dan membuat tulang punggungnya bergeser.

Mencari biaya lebih, Veterani bekerja sebagai pramugari di Air Atlanta Icelandic, Jeddah. Saskia tinggal di rumah kakak Veterani. Hebatnya dia tidak cengeng atau manja ditinggal ibunya.

“Sempat masuk sekolah biasa sampai kelas 4 SD. Dia keluar karena fisiknya tidak kuat. Susah jalan, karena tulang punggungnya bengkok, dan dia bungkuk. Sedih, kalau ingat, Saskia bilang ke saya: Ma, kata teman-teman Saskia kok kayak nenek-nenek?” Sebagai orangtua, ia tahu, dirinya dan Saskia akan mengahadapi lingkungan yang menudingnya ‘aneh’. “Tapi saya tidak malu, dan saya membuat Saskia menghargai dirinya sendiri. Saya tidak segan-segan membawanya ke mal, memperkenalkannya dengan banyak orang dan membuatnya berinteraksi dengan mereka.”

Mengurangi kesakitan fisik akibat skoliosis, 2 bulan lalu Saskia menjalani operasi tulang punggung. “Sakit. Masa di belakang ini ditanam pan, sakit,” ucap Saskia lirih. Setidaknya, kini ia tidak bungkuk lagi. Walau masih terus berlatih berjalan normal. Satu langkah, dua langkah, anak ini terus berusaha, sekalipun kesakitan.

“Banyak orang bilang saya ibu yang hebat. Tapi justru, sebenarnya dia yang hebat. Dia yang punya kemauan keras, dan menguatkan saya,” ucap Veterani.

Dibalik semua keterbatasan, Saskia yang hobi menyanyi ini selalu ceria dan memiliki harapan besar. “Kak, saya bisa bertemu band kotak? Saya pengin nyanyi sama kotak…”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here