Haru, Bapak Tua Kayuh Sepeda 15 Kilometer Demi Vaksin

Mengenakan topi, dan baju yang tampak lusuh, bapak tua ini tampak kebingungan di antara kerumunan orang yang mengantre vaksin, di Gandaria City, Jakarta Selatan.  Di balik kebingungannya, tersirat sekelumit harapan: ia ingin mendapatkan secercah keamanan untuk tubuhnya, di tengah pandemi yang pelik.

“Kemana saya harus mendaftarkan diri? Bagaimana caranya? Kepada siapa saya harus bertanya?” Mungkin ini yang berkecamuk dalam batinnya. Ponsel tak punya, hingga tak bisa mendaftarkan dirinya terlebih dahulu secara online.

 “… Mungkinkah saya bisa mendapatkan vaksin, tanpa mendaftar online?” Tak semua orang, di masa ini, memiliki ponsel. Mungkin ponsel hal yang biasa, sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari  di era digital ini. Tapi di tengah-tengah kita, masih ada yang belum mampu membelinya.

Trenyuh, melihat detik-detik pertama video yang tengah viral di Tiktok ini. Tak lama, untungnya ada yang menghampiri. Menanyakan, apa yang dibutuhkan. Setelah mendengar sang bapak tak bisa mendaftar online, karena tak punya ponsel, seorang petugas memberinya formulir untuk diisi.

Kebingungan itu berganti menjadi semangat.  Geraknya menjadi lebih gesit, mengikuti alur antrean, karena ia tahu, ini harapannya untuk menjaga diri sendiri tetap sehat. Ia masih harus bekerja, ia masih ingin hidup, berguna bagi keluarganya, berguna bagi sekelilingnya.

Sampai di meja observasi, gurat-gurat lelah di wajah, kusam kulitnya, sinar mata yang lemah berangsur bersinar, melalui seuntai senyum. Sesaat lagi ia akan divaksin! Sebuah kebahagiaan, di masa ini, untuk seseorang yang hanya ingin bertahan hidup. Lalu ia bercerita kepada petugas di meja observasi, bagaimana ia jauh-jauh datang ke tempat tersebut.

Dari pagi-pagi sekali, bapak ini mengayuh sepeda sejauh 15 kilometer. Sampai pegal dan sakit rasanya kedua kaki. Bersyukur Tuhan mengiringi dan memberinya kekuatan hingga sampai di tempat. Sudah lama sebenarnya ia ingin divaksin, namun selalu ditakut-takuti orang-orang disekelilingnya. Tetapi pada akhirnya, ia mengikuti kata hati. Bukan kata orang. Kalau seorang bapak tua, mau berjuang sedemikian rupa untuk hidupnya, mengapa kita tidak? Semangat hidup harus berasal dari dalam diri kita sendiri. Buka berasal dari tetangga Anda, teman Anda, idola Anda. Apa kata orang belum tentu benar. Dengarkan kata hati dan suara-Nya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here